Friday, March 12, 2021

Beberapa Contoh Kasus Dalam Penerapan Akuntansi Forensik

Kasus PT. Aria West International Dengan PT. Telkom

Persengketaan ini bermula dari perbedaan pandangan soal butir-butir Kerja Sama Operasional (KSO) antarkedua belah pihak yang ditandatangani pada 1995. Awalnya, Telkom menggugat Aria West ke pengadilan lantaran perusahan itu tak membangun ratusan ribu satuan sambungan telepon sebagaimana tertuang dalam butir KSO. Sebaliknya, Aria West membawa perkara itu ke Badan Arbitrase InternasionalAlasannya, Telkom telah mengabaikan beberapa butir kesepakatan KSO. Untuk itu, Aria West menuntut Telkom membayar kepada mereka sebesar US$ 1,3 miliar.

Telkom Cidera Janji

Pernyataan pihak AWI ini agaknya ingin menegaskan kembali posisi PT Telkom yang dianggap telah cidera janji dalam kontrak KSO (kerjasama operasi). Sebelumnya, pada 1 April 2001 AWI mengeluarkan rilis yang menyatakan pihaknya akan menyetop pembayaran pendapatan ke Telkom. Ini terkait dengan tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban Telkom dalam kontrak KSO. Sebagai mitra KSO Telkom dalam pembangunan tambahan SST (satuan sambungan telepon) di Divisi Regional (Divre) III Jawa Barat, AWI diwajibkan mengeluarkan MTR (Minimum Telkom Revenue) untuk setiap SST yang telah terpasang. Di pihak lain, Telkom wajib membangun sejumlah 474.000 SST sebagai lawan prestasinya.

Dalam perjanjian itu, Telkom juga menyanggupi menyelesaikan 107.536 SST tambahan di Divre III pada akhir 1997. Atas dasar itulah kemudian AWI menyanggupi dan mulai membayar MTR pada Februari 1996. Akan tetapi, sampai dengan 30 Maret 2001, meminjam istilah AWI, Telkom gagal memenuhi kewajibannya. Denni menjelaskan bahwa bagaimanapun juga, jumlah MTR adalahfixed karena acuannya adalah jumlah SS'T yang dianggap telah ada. "Sekarang yang terjadi kami telah membayar MTR tersebut mulai 1996, tetapi SST tambahan yang diperjanjikan ternyata belum terpasang," kata Denni. Itu merupakan konsekuensi logis karena 107.536 SST yang dijadikan asumsi awal tidak terpenuhi sebagaimana mestinya.

Tidak memiliki bukti

Sedangkan menurut Telkom, mereka telah memenuhi target 107.536 SST dan bahkan realisasinya telah melebihi target. Seperti diberitakan Kompas, Presiden Komunikasi Telkom, D. Amarudien, sejak November 1995 telah terbangun sebanyak 152.940 SST atau ALU (access line unit). Ditambah lagi, semua bukti-buktinya telah diserahterimakan kepada Direksi AWI pada 16 Juli 1997.

Ketika hal ini dikonfirmasikan ke AWI, mereka menyatakan berkas-berkas yang diserahkan Telkom pada 1997 itu hanyalah merupakan klaim, bukan bukti realisasi proyek. Terlebih lagi, AWI menganggap berkas-berkas tersebut tidak disertai dengan data pendukung yang cukup. Dan tidak seperti yang diberitakan di beberapa media, Denni mengungkapkan bahwa pembayaran MTR yang dihentikan hanya sebesar 25% dari jumlah yang seharusnya. Sejak 1996 AWI membayar MTR kepada Telkom sebesar Rp340 miliar. AWI menghentikan pembayaran pendapatan atas saham tambahan kepada Telkom itu sebagai upaya untuk mengembalikan kelebihan pembayaran.

Negosiasi buy out tersendat

Sebagai pilihan lain untuk menyelesaikan sengketa dengan Telkom, AWI saat ini tengah serius menjajaki opsi buy out. Akan tetapi, lagi-lagi negosiasi buy out pun berjalan tersendat. Pasalnya, harga yang diajukan Telkom sangat jauh terpaut dengan yang diinginkan AWI.

Untuk transaksi buy out ini, AWI mengajukan nilai AS$ 1,3 miliar, sedangkan Telkom di lain pihak merasa cukup dengan angka AS$ 260 juta. Nilai transaksi kedua mitra bisnis ini memang terpaut sangat jauh. Argumen Telkom yang menyertai angka AS$ 260 juta mengacu pada penilaian kinerja AWI.

Di sisi lain, AWI menyatakan jumlah itu masih jauh dari hasil proyeksi ABN Amro atas transaksi itu, yaitu sebesar AS$ 675 juta. ABN Amro dalam hal ini, menurut AWI, merupakan konsultan independen yang tidak ada hubungan bisnis dengan AWI dan juga Telkom. "Jadi penilaiannya pasti objektif," tegas Denni .

Sebenarnya, saat kontrak KSO ditandatangani pada 1995, AWI dan Telkom sepakat untuk melakukan kerjasama sampai dengan 2010. Kemudian di tengah jalan, lahirlah UU No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, sehingga pemerintah menawarkan mitra KSO Telkom lima opsi, yaitu modifikasi perjanjian, joint venture dengan Telkom atau Indosat, lisensi, dan yang terakhir buy out.

Tidak diperlukan analisa khusus untuk mengatakan bahwa negosiasi ini akan berjalan lebih alot ketimbang negosiasi pembelian silang saham Telkom dengan Indosat beberapa waktu lalu. Bila kedua pihak akhirnya sepakat akan membawa sengketa ini ke arbitrase internasional, urusannya bakal panjang dan repot.

Obyektivitas pemerintah

Menteri Perhubungan Agum Gumelar Sabtu setelah bertemu dengan Presiden Abdurrahman Wahid di Istana Merdeka pada 7 April 2001 berjanji akan memfasilitasi kedua kubu agar "perceraian" antara AWI dengan Telkom dapat berjalan mulus. Agum belum menentukan seperti apa bentuk fasilitasinya, tapi itu telah menunjukan kepedulian pemerintah atas persoalan ini. Agaknya sulit meyakinkan AWI untuk tidak melanjutkan sengketa ini ke arbitrase internasional, dan sebaliknya menunggu jalur yang akan dirancang pemerintah. Pasalnya, pemerintah dan Telkom selama ini seia sekata. Jadi, mungkin pihak AWI menilai tawaran itu adalah lelucon belaka. Memang, tidak mudah bagi pemerintah untuk bersikap obyektif dalam menangani masalah ini. Jika kisruh Telkom dan AWI jadi dibawa ke arbitrase internasional, pertarungan antar-pengacara dua kubu dapat diramalkan akan berlangsung seru.

 

Penyelesaian

Sengketa antara PT Telkom dan PT Aria West Internasional (AWI) melalui proses yang berat dan memakan waktu hampir dua tahun, akhirnya diselesaikan melalui akuisisi AWI oleh PT Telkom dalam Tahun 2003. Dalam sangketa ini, Awi menggunakan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebagai akuntan forensiknya, dan penyelesaikan dilakukan di luar pengadilan. Perdamaian ditandai dengan pembelian seluruh saham AWI oleh Telkom senilai US$ 184,5 juta. Terlebih lagi, kedua belah pihak memang terkait dengan pembangunan jaringan telepon di Provinsi Jawa Barat dan Banten lewat Kerja Sama Operasi (KSO) Divre III. Pembayaran akan diserahkan kepada pemilik lama saham AWI: Media One Internasional, Aria Infotek, dan Infrastructure Fund. Sedangkan dana buat membeli seluruh saham AWI diperoleh dari pendapatan operasional KSO Divre III sebesar Rp 1,3 Triliun. Ada lagi sejumlah kesepakatan lain yang disebutkan dalam penyelesaian damai itu. Di antaranya kesepakatan untuk mengizinkan Telkom mengelola KSO Divre III buat sementara waktu, paling lambat sampai 30 Agustus 2002 atau penutupan transaksi. PT Telkom juga bertanggung jawab untuk melunasi utang PT AWI sebesar US$ 285 juta. Untuk itu, Telkom akan merestrukturisasi saham dan melunasi utang itu dari hasil pendapatan operasional KSO Divre III.

Bermacam-macam hal dapat memicu terjadinya sangketa. Sangketa antara dua pihak bisa diselesaikan dengan cara berbeda, apabila menyangkut dua pihak. Pihak yang bersangketa bisa menyelesaikan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, sedang pihak lain melalui litigasi. Dalam hal ini, penyelesaian adalah dengan cara hukum, tetapi yang pertama diselesaikan di luar pengadilan, sedangkan yang satunya lagi melalui proses beracara di pengadilan.

 

Sumber:

https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2462/font-size1-colorff0000btelkom-vs-ariawestbfontbrarbitrase-internasional-siapa-takut?page=4

https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2345/font-size1-colorff0000bsengketa-dengan-telkombfontbrariawest-pertimbangkan-arbitrase-internasional?page=2

https://www.liputan6.com/news/read/33950/telkom-aria-west-berdamai

 

 

Kasus Ayam Goreng Ny.Suharti

Salah satu Rumah Makan Ayam Goreng yang terkenal adalah Ayam Goreng Ny. Suharti. Ayam Goreng Ny. Suharti pertama kali muncul sejak tahun 1962 di Yogyakarta. Pada awalnya Ny. Suharti beserta suami menjual ayam gorengnya berkeliling dari rumah ke rumah di sekitar Yogyakarta. Setelah penjualannya meningkat, muncul keinginan untuk memerbesar usahanya dengan mendirikan rumah makan. Maka didirikanlah rumah makan dengan nama Rumah Makan Ayam Goreng Mbok Berek Baru pada tahun 1969 di Yogyakarta. Dinamakan Mbok Berek Baru karena Ny. Suharti masih keturunan ketiga Mbok Berek yang juga merupakan pengusaha Rumah Makan Ayam Goreng (Herizalma, 2015). Setelah beberapa tahun dirasakan, perkembangan Ayam Goreng Mbok Berek Baru cukup baik, sehingga Ny. Suharti memutuskan untuk mengubah nama rumah makannya dengan nama “Rumah Makan Ayam Goreng Ny.Suharti” pada tahun 1972 dengan pusat di Jl. Sucipto No. 208 Yogyakarta. Perkembangan Ayam Goreng Ny. Suharti ternyata sangat pesat. Terbukti dengan didirikannya beberapa cabang di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Pekan Baru, Medan dan Lampung.

            Perusahaan ini merupakan perusahaan perorangan yang dibangun berdasarkan prinsip kekeluargaan. Konsep kekeluargaan diterapkan pada pimpinan dan karyawan, dimana setiap karyawan dituntut untuk menciptakan hubungan yang harmonis, perasaan saling memiliki serta tanggung jawab bersama. Konsep inilah yang menjadikan Ayam Goreng Ny. Suharti terlihat lebih unik dan mendapat preferensi khusus dari konsumennya.

Rumah Makan Ayam Goreng Ny. Suharti ini mengalami pemecahan kepemilikan. Pada awalnya yaitu tahun 1962, rumah makan tersebut dimiliki oleh Ny.Suharti dan suaminya. Tetapi setelah 30 tahun menjalankan bisnis, usaha tersebut terpecah karena masalah keluarga. Ternyata ia dikhianati sang suami yang membawa lari semua usahanya yang sudah mereka rintis sejak awal. Semua cabang yang sudah dibuka pun diakuisisi oleh suaminya. Hal tersebut dipicu oleh kehadiran orang ketiga yang berhasil menggoda sang suami, Sachlan. Meski Suharti menuding suaminya berbuat curang, tapi nasi telah menjadi bubur. Suaminya adalah pemilik resmi dan sah usaha tersebut. Pada tahun 1992, Suharti merelakan kejadian pahit tersebut dan memberanikan diri untuk membuka kembali gerai ayam gorengnya di Semarang dan terpisah dengan suaminya. Logo Rumah Makan Ayam Goreng Ny. Suharti pun mengalami perubahan. Logo awal usaha tersebut adalah  bergambar dua ayam dengan huruf S di tengahnya dan tulisan Ny. Suharti. Kemudian berganti menjadi logo dengan potret Ny. Suharti yang memakai busana Jawa.

 

Sumber:

 http://repository.maranatha.edu/23288/3/1230093_Chapter1.pdf

https://www.liputan6.com/bisnis/read/752879/lika-liku-dua-logo-ayam-goreng-nysuharti

https://kumparan.com/viral-food-travel/sempat-bersengketa-dengan-suami-ini-kisah-ayam-goreng-suharti-yang-legendaris-1td7ahY6Da2

 

 

Vincentius Amin Sutanto, Justice Collaborator Kasus Pajak PT Asian Agri

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun). PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah.

Masalah dari kasus penggelapan pajak PT Asian Agri Group bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan. Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen

Hasil penyelidikan pada kasus ini ditemukan penggelapan pajak berupa PPh dan PPN, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun.mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar.mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun.Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periodeAsian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri.

Akhirnya saetelah 7 tahun di balik jeruji Lapas Narkotika, Vincentius Amin Sutanto, Justice Collaborator kejahatan pajak PT Asian Agri mendapat pembebasan bersyarat pada tanggal 11 Januari 2013. Vincent bebas, namun dalam perlindungan LPSK. Vincent disebut sebagai justice collaborator karena telah mengungkap kasus yang memiliki nilai kerugian negara yang besar. Semenjak Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012 diresmikan, salah satu syarat utama bagi narapidana untuk mendapatkan pembebasan bersyarat harus menjadi Justice Collaborator.

 

Sumber:

https://news.detik.com/berita/d-2139736/-vincent-justice-collaborator-kasus-pajak-pt-asian-agri-bebas

https://slideplayer.info/slide/13922806/


No comments:

Post a Comment