Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
Badan Arbitrase
Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah perubahan dari nama Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang merupakan salah satu wujud dari
Arbitrase Islam yang pertama kali didirikan di Indonesia. Pendirinya
diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), tanggal 05 Jumadil Awal 1414 H
bertepatan dengan tanggal 21 Oktober 1993 M. Badan Arbitrase Muamalat Indonesia
(BAMUI) didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan sesuai dengan akta notaris
Yudo Paripurno, S.H. Nomor 175 tanggal 21 Oktober 1993.
Peresmian Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) dilangsungkan tanggal 21 Oktober 1993.
Nama yang diberikan pada saat diresmikan adalah Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia (BAMUI). Peresmiannya ditandai dengan penandatanganan akta notaris
oleh dewan pendiri, yaitu Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat yang
diwakili K.H. Hasan Basri dan H.S. Prodjokusumo, masing-masing sebagai Ketua
Umum dan Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebagai
saksi yang ikut menandatangani akta notaris masing-masing H.M. Soejono dan H.
Zainulbahar Noor, S.E. (Dirut Bank Muamalat Indonesia) saat itu. BAMUI tersebut
di Ketuai oleh H. Hartono Mardjono, S.H. sampai beliau wafat tahun 2003.
Kemudian selama
kurang lebih 10 (sepuluh) tahun Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)
menjalankan perannya, dan dengan pertimbangan yang ada bahwa anggota Pembina
dan Pengurus Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) sudah banyak yang
meninggal dunia, juga bentuk badan hukum yayasan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sudah tidak sesuai dengan
kedudukan BAMUI tersebut, maka atas keputusan rapat Dewan Pimpinan Majelis
Ulama Indonesia Nomor : Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 nama Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) diubah menjadi Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS) yang sebelumnya direkomendasikan dari hasil RAKERNAS MUI
pada tanggal 23-26 Desember 2002. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
yang merupakan badan yang berada dibawah MUI dan merupakan perangkat organisasi
Majelis Ulama Indonesia (MUI). Di Ketuai oleh H. Yudo Paripurno, S.H.
Kehadiran Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sangat diharapkan oleh umat Islam
Indonesia, bukan saja karena dilatar belakangi oleh kesadaran dan kepentingan
umat untuk melaksanakan syariat Islam, melainkan juga lebih dari itu
adalah menjadi kebutuhan riil sejalan dengan perkembangan kehidupan ekonomi dan
keuangan di kalangan umat. Karena itu, tujuan didirikan Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS) sebagai badan permanen dan independen yang berfungsi menyelesaikan
kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam hubungan
perdagangan, industri keuangan, jasa dan lain-lain dikalangan umat Islam.
Sejarah
berdirinya Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) ini tidak terlepas dari
konteks perkembangan kehidupan sosial ekonomi umat Islam, kontekstual ini jelas
dihubungkan dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank
Perkreditan Rakyat berdasarkan Syariah (BPRS) serta Asuransi Takaful yang lebih
dulu lahir.
Di dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan belum diatur mengenai bank
syariah, akan tetapi dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang
senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang
semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju diperlukan penyesuaian
kebijakan di bidang ekonomi, termasuk perbankan. Bahwa dalam memasuki era
globalisasi dan dengan telah diratifikasinya beberapa perjanjian internasional
di bidang perdagangan barang dan jasa, diperlukan penyesuaian terhadap
peraturan Perundang-undangan di bidang perekonomian, khususnya sektor
perbankan, oleh karena itu dibuatlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
yang mengatur tentang perbankan syariah. Dengan adanya Undang-undang ini maka
pemerintah telah melegalisir keberadaan bank-bank yang beroperasi secara
syariah, sehingga lahirlah bank-bank baru yang beroperasi secara syariah.
Dengan adanya bank-bank yang baru ini maka dimungkinkan terjadinya
sengketa-sengketa antara bank syariah tersebut dengan nasabahnya sehingga Dewan
Syariah Nasional menganggap perlu mengeluarkan fatwa-fatwa bagi lembaga
keuangan syariah, agar didapat kepastian hukum mengenai setiap akad-akad dalam
perbankan syariah, dimana di setiap akad itu dicantumkan klausula arbitrase
yang berbunyi : ‘’Jika salah
satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
diantara para pihak maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah”.
Dengan adanya
fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut dimana setiap bank syariah atau
lembaga keuangan syariah dalam setiap produk akadnya harus mencantumkan
klausula arbitrase, maka semua sengketa-sengketa yang terjadi antara perbankan
syariah atau lembaga keuangan syariah dengan nasabahnya maka penyelesaiannya
harus melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
Badan Arbitrase
Syariah Nasional (BASYARNAS) berdiri secara otonom dan independen sebagai salah
satu instrumen hukum yang menyelesaikan perselisihan para pihak, baik yang
datang dari dalam lingkungan bank syariah, asuransi syariah, maupun pihak lain
yang memerlukannya. Bahkan, dari kalangan non muslim pun dapat memanfaatkan Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) selama yang bersangkutan mempercayai
kredibilitasnya dalam menyelesaikan sengketa.
Lahirnya Badan
Arbitrase Syariah Nasional ini, menurut Prof. Mariam Darus Badrulzaman, sangat
tepat karena melalui Badan Arbitrase tersebut, sengketa-sengketa bisnis yang
operasionalnya mempergunakan hukum Islam dapat diselesaikan dengan
mempergunakan hukum Islam.
Sumber: